chairil Anwar

AKU

kalau sampai waktuku

ku mau tak seorang kan merayu

tidak juga kau

tak perlu sedu sedan itu

aku ini binatang jalang

dari kumpulannya terbuang

biar peluru menembus kulitku

aku tetap merajang menerjang

luka dan bisa kubawa berlari

berlari

hingga hilang pedih perih

dan aku akan lebih tidak peduli

aku mau hidup seribu tahun lagi

( Kerikil Tajam, 1946 )

DERAI _DERAI CEMARA

cemara menderai sampai jauh,

terasa hari akan jadi malam,

ada beberapa dahan di tingkap merapuh,

dipukul angin yang terpendam.

aku sekarang orangnya bisa tahan,

sudah berapa waktu bukan kanak lagi,

tapi dulu memanga da suatu bahan,

yang bukan dasar perhitungan kini.

hidup hanya menunda kekalahan,

tambah terasing dari cinta sekolah rendah,

dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan,

sebelum pada akhirnya kita menyerah.

(kerikil Tajam, 1964 )

SENJA DI PELABUHAN KECIL

Buat sri Aryati

ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali. kapal, perahu tiada berlaut,

menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut.

gerimis mempercepat kelam. ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. tidak bergerak

dan kini tanah, air tidur, hilang ombak.

tiada lagi. aku sendiri. berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap

sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

( Panca Raya, 1947 )

CINTAKU JAUH DI PULAU

cinta ku jauh di pulau,

gadis manis, sekarang iseng sendiri.

perahu melancar, bulan memancar

dileher ku kalungkan oleh – oleh buat sipacar

angin membantu, laut terang, tapi terasa

aku tidak !kan sampai padanya.

di air yang tenang, di angin mendayu

di perasaan penghabisan segala melaju

ajal bertakhta, sambil berkata:

“tujukan perahu ke pangkuanku saja”.

amboi ” jalan sudah bertahum kutempuh “

perahu yang bersama ‘kan merapuh !

mengapa ajal memangil dulu

sebelum sempat berpeluk dengan cintaku

manisku jauh dipulau,

kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri

( Deru Campur Debu, 1960 )

Diponegoro

di masa pembangunan ini

tuan hidup kembali

dan bara kagum menjadi api

di depan sekali tuan menanti

tak gentar. lawan banyaknya seratus kali

pedang di kanan, keris dikiri

berselubung semangat yang tak bisa mati

maju

ini barisan tak berderang-berpalu

kepercayaan tanda menyerbu

sekali berarti

sudah itu mati

maju

bagimu negeri

menyediakan api

punah di atas menghamba

binasa di atas ditinda

sungguhpun dalam ajal baru tercapai

jika hidup harus merasai

maju

serbu

serang

terjang

( Kerikil Tajam, 1946 )

2 komentar di “chairil Anwar

Tinggalkan Balasan ke m. fz kholis lbs Batalkan balasan